Beritalk, Cianjur – Pihak keluarga dari Institut Teknologi Bandung (KM ITB) menegaskan sikap yang sangat kritis terhadap cara aparat kepolisian RI yang menangkap seorang warganet pembuat meme menggambarkan mantan presiden Joko Widodo dan Juga Presiden Prabowo Subianto. Pihak terkait menilai hal tersebut merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi dan mendesak untuk proses hukum diberhentikan.
Kritik Terhadap Cara Kepolisian Bertindak
Di dalam suatu pernyataan resminya, KM ITB mengatakan bahwa penangkapan berdasarkan pembuatan meme akan berpotensi mengancam demokrasi dan juga kebebasan sipil. Mereka juga mengungkapkan bahwa menciptakan meme merupakan bentuk ekspresi, terlepas dari isinya —adalah bagian dari ruang diskusi publik yang sah dan dilindungi konstitusi.
“Penegakan hukum tidak boleh dijadikan alat untuk membungkam kritik masyarakat. Apalagi jika dilakukan secara tidak proporsional terhadap ekspresi yang bersifat satir,” demikian kutipan dari siaran pers KM ITB yang diterima redaksi.
Mahasiswa menilai, jika ruang digital dipersempit melalui pendekatan hukum yang represif, maka partisipasi publik dalam demokrasi akan melemah. Dalam konteks itu, mereka mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi.
Kekhawatiran terhadap Pasal Karet UU ITE
Pernyataan sikap ini juga menyoroti penggunaan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dinilai multitafsir dan berisiko mengekang kebebasan warga negara. Beberapa kalangan menyebut bahwa pasal-pasal tersebut sering kali diterapkan tidak proporsional, terutama terhadap kritik yang ditujukan pada tokoh-tokoh negara.
Dr. Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, menilai bahwa UU ITE masih menyimpan potensi besar untuk disalahgunakan. “Masalahnya bukan hanya pada pasalnya, tapi pada pola pikir aparat dalam menafsirkan kritik sebagai serangan. Ini berbahaya bagi demokrasi,” ujarnya saat dihubungi.
Menurut Zainal, kebebasan berekspresi tidak boleh dikalahkan oleh sensitivitas pejabat publik. Ia mengingatkan bahwa dalam negara demokratis, tokoh politik harus siap dikritik dalam berbagai bentuk, termasuk satire visual seperti meme.
Satir Digital sebagai Bagian dari Demokrasi
Di tengah berkembangnya budaya digital, meme menjadi salah satu bentuk komunikasi yang cepat, lugas, dan menjangkau khalayak luas. KM juga menilai bahwa adanya meme dalam ruang publik tidak bisa dipisahkan dari kebebasan untuk berpendapat yang bisa menjadi suatu pilar penting dalam adanya sistem dekomrasi.KM ITB menilai bahwa kehadiran meme dalam ruang publik tak bisa dipisahkan dari semangat kebebasan berpendapat yang menjadi pilar penting dalam sistem demokrasi.
“Pembuat meme bukan penjahat. Mereka bagian dari masyarakat yang menggunakan kreativitas untuk menyampaikan opini. Negara semestinya hadir untuk melindungi ekspresi seperti ini, bukan mengkriminalkannya,” kata pernyataan itu.
Hal senada disampaikan oleh Irwan Nugroho, pengamat media digital dari Digital Democracy Watch. Ia menegaskan bahwa meme merupakan fenomena sosial yang khas di era komunikasi daring.
“Meme politik adalah refleksi kondisi publik. Ia bisa lucu, bisa menyentil, tapi esensinya adalah ajakan berpikir. Menanggapinya dengan pidana hanya menunjukkan ketakutan terhadap suara rakyat,” kata Irwan.
Menurutnya, pendekatan hukum yang mengedepankan penangkapan hanya akan memperlebar jarak antara masyarakat dan negara. Ia mendorong negara untuk membangun pendekatan literasi digital, bukan represi digital.
Seruan untuk Pemerintah dan Aparat
KM ITB menutup pernyataannya dengan ajakan kepada seluruh elemen bangsa untuk tetap kritis dan menjaga kewarasan publik dalam menyikapi kebijakan yang dinilai melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Mereka juga menyerukan agar aparat penegak hukum tidak bertindak berlebihan terhadap ekspresi masyarakat.
“Kami menuntut pembebasan segera terhadap pembuat meme, serta mendesak pemerintah untuk mengevaluasi penerapan UU ITE yang selama ini rawan disalahgunakan. Demokrasi tidak akan hidup jika kritik terus dibungkam,” ujar mereka.
Sikap KM ITB ini turut mempertegas posisi kampus sebagai ruang intelektual yang tidak hanya berfungsi mencetak akademisi, tetapi juga penjaga nurani publik. Melalui sikap ini, mereka berharap terciptanya iklim demokrasi yang sehat, di mana negara hadir sebagai pelindung, bukan penekan suara warganya.
Terima kasih telah membaca artikel mengenai Keluarga Mahasiswa ITB Desak Polisi Bebaskan Pembuat Meme Prabowo-Jokowi.
Jangan lupa untuk follow media sosial kami:
Instagram: @beritalk.id
Tinggalkan komentar