Beritalk, Cianjur – RSUD Bali Mandara menyampaikan hasil otopsi terhadap jenazah pendaki asal Brazil yang terjatuh di Gunung Rinjani, Juliana Marins lalu pada Jumat, 27 Juni 2025.
Otopsi tersebut dilakukan setelah jenazah Juliana Marins berhasil dievakuasi pada Rabu 25 Juni 2025 dan sehari kemudian tiba di RSUD Bali Mandara.
Dari hasil otopsi terungkap sejumlah fakta terkait kondisi jenazah penyebab kematian Juliana Marins.
Berikut ini beberapa fakta hasil otopsi Juliana Marins yang disampaikan dokter forensik dr. Ida Bagus Putu Alit.
Kondisi jenazah Juliana Marins saat diperiksa masih utuh dengan tanda-tanda kekakuan dan lebam yang menunjukkan ia meninggal antara 12 hingga 24 jam sebelum otopsi dilakukan.
Hal ini sesuai standar forensik jenazah yang telah dibekukan ditemukan luka lecet geser hampir di seluruh tubuh Juliana Marins di antaranya bagian punggung, kepala hingga lengan dan kaki.
Luka itu menunjukkan tubuh Juliana Marins tergeser dengan benda-benda tumpul selama proses jatuh selain itu terdapat sejumlah tulang yang patah terutama di dada pinggul dan paha.
Kesimpulan awal penyebab kematian Juliana Marins adalah akibat benturan benda tumpul yang menimbulkan kerusakan serius pada organ vital di bagian dada dan perut serta menyebabkan pendarahan hebat.
Dokter menegaskan Juliana Marins tidak meninggal karena hipotermia tidak ditemukan tanda-tanda seperti penyusutan limpa dan kondisi tubuh menunjukkan kematian akibat trauma fisik bukan karena kedinginan ekstrem.
Dokter juga menyebut Juliana Marins masih hidup setelah jatuh namun hanya bertahan sekitar 20 menit sebelum akhirnya meninggal akibat luka parah yang dideritanya.
Meski penyebab kematian Juliana Marins telah diketahui otopsi masih belum lengkap pemeriksaan toksikologi sedang dilakukan untuk memastikan apakah ada zat lain yang mempengaruhi kondisi korban.
Juliana Marins jatuh di Gunung Rinjani pada Sabtu 21 Juni 2025 saat ia mendaki bersama beberapa temannya proses evakuasinya baru rampung pada Rabu 25 Juni 2025.
Juliana Marins ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa, proses evakuasi Juliana sempat menjadi sorotan karena memakan waktu berhari-hari.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Yarman Warsor menjelaskan medan yang sangat ekstrem coram dan cuaca yang tidak menentu membuat evakuasi berlangsung lama.
Sementara menurut Basarnas penggunaan helikopter tidak memungkinkan saat proses evakuasi karena jurang tempat korban ditemukan terlalu sempit dan berisiko tinggi potensi angin vertikal turbulensi serta debu dan batuan di area tersebut juga menambah bahaya bagi tim penyelamat di lapangan.
Tinggalkan komentar