Beritalk, Cianjur – Amerika Serikat dan Iran bersiap menghadapi putaran kelima perundingan terkait program nuklir Iran yang akan digelar di Roma, Italia.
Diketahui bahwa AS dan Iran telah memulai perundingan program nuklir Iran dimulai sejak 12 April 2025 lalu. empat pertemuan telah digelar, namun hingga kini hasil konkret belum terlihat.
Sementara itu, ada bayang-bayang serangan dari Israel terhadap fasilitas nuklir Iran. Akankah perundingan program nuklir Iran akan terus berlanjut?
Pertemuan Iran dan AS sepakat akan melanjutkan perundingan soal program nuklir Iran di Kota Roma, Italia, Jumat, 23 Mei 2025.
Iran mengonfirmasi akan hadir dalam pertemuan tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Ismail Baki mengatakan Iran setuju atas usulan yang diajukan Oman untuk bertemu di Roma.
Tujuan dari perundingan ini untuk mencapai kesepakatan baru untuk membatasi aktivitas nuklir Iran dengan imbalan pengurangan sanksi yang dijatuhkan AS dan Barat.
Namun, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, secara terbuka tidak berharap banyak dari perundingan tersebut.
“Tentu saja pembicara tidak langsung dengan AS juga dilakukan selama masa jabatannya Mantan Presiden Iran Ebrahim Raisi, seperti yang sedang dilakukan sekarang penbicaraan itu tidak membuahkan hasil apapun, dan sekarang kami merasa perundingan saat ini juga tidak akan membuahkan hasil” ujar Ayatollah Ali Khamenei.
Ayatollah Ali Khamenei telah menyatakan keraguannya bahwa perundingan dengan AS itu akan membuahkan hasil menilai tidak masuk akal melarang Iran melakukan pengayaan uranium.
Sebab mengacu pada aturan internasional, Iran menyatakan bertindak sesuai dan diawasi Badan Tenaga Atom Internas.
“Mereka mengatakan bahwa kami tidak akan mengizinkan Iran untuk memperkaya uranium, itu adalah cara yang tidak masuk akal, tidak ada yang menunggu izin dari pihak lain. Republik Islam memiliki kebijakan, metode yang akan terus dijalankannya” tambahnya.
Iran tetap kukuh bahwa sebagai negara berdaulat, mereka memiliki hak untuk melakukan pengayaan uranium, bahkan tanpa kesepakatan dengan AS. Menteri Luar Negeri Iran, Abas Arakci, menegaskan bahwa program pengayaan uranium Iran akan terus berjalan, dengan atau tanpa persetujuan AS.
Sementara itu, AS tetap bersikeras bahwa pengayaan uranium oleh Iran membuka potensi penggunaan untuk senjata nuklir. Pemerintah AS bahkan tengah menyiapkan sanksi tambahan terhadap individu dan perusahaan yang diduga terlibat dalam proyek nuklir, rudal, dan militer Iran. Sepuluh bahan baku strategis, termasuk nikel austenitis, aluminium kromium, dan sodium perklorat, termasuk dalam daftar sanksi baru.
Yang membuat situasi semakin genting adalah laporan dari intelijen AS yang menyebut Israel tengah menyiapkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Meskipun belum ada konfirmasi resmi dari Tel Aviv, berbagai indikasi, termasuk pemindahan amunisi dan latihan udara intensif oleh angkatan udara Israel, mengarah pada kemungkinan serangan nyata.
Pejabat AS mengatakan bahwa meskipun mereka sedang mempersiapkan laporan intelijen untuk membantu Israel, kemungkinan keterlibatan langsung AS dalam serangan militer sangat kecil. AS masih lebih memilih jalur diplomatik, meski harus menghadapi tekanan dari sekutu dekatnya di Timur Tengah tersebut.
Israel sendiri, di bawah pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, merasa terancam jika perundingan AS-Iran membuahkan hasil yang dianggap merugikan kepentingan Israel. Netanyahu mendapat tekanan besar dari koalisi sayap kanan agar bertindak tegas. Jika perlu, Israel siap melancarkan serangan secara mandiri.
Namun, analis memperkirakan bahwa Israel tidak memiliki kapasitas penuh untuk menghancurkan seluruh proyek nuklir Iran tanpa bantuan AS, terutama untuk operasi skala besar yang memerlukan bom penembus bunker dan pengisian bahan bakar udara yang hanya dimiliki AS.
Di tengah ketegangan ini, AS dan Iran tetap berkomitmen melanjutkan perundingan, meski pesimisme kian menguat. Di sisi lain, potensi serangan sepihak Israel bisa menjadi pemicu konflik baru yang tidak hanya menggagalkan upaya damai, tetapi juga mengancam stabilitas kawasan Timur Tengah secara keseluruhan.
Ke depan, semua mata akan tertuju pada Roma—apakah akan lahir sebuah kesepakatan damai, atau justru pecah konflik akibat tindakan sepihak yang mengguncang kawasan dan dunia.
Tinggalkan komentar